Oleh :
Mukhamad Latif
Waktu :
Sabtu, 12 April 2014
Judul :
JANUR
Cerita ini hanyalah
cerita fiksi yang sebenarnya tidak pernah terjadi, apabila ada beberapa
kesamaan baik itu nama, tempat atau pun kejadian saya sebagai penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Karya ini hanyalah sebagian dari beberapa ide yang
muncul didalam pikiran saya, maka apabila ada kekurangan dan kesalahan saya
minta maaf. Kritik dan saran sangat saya harapkan dari para pembaca untuk
mengetahui tata letak kesalahan dan untuk memperbaiki agar lebih baik lagi,
serta memotivasi saya untuk menghasilkan karya-karya yang lebih baik lagi.
Berawal dari sebuah
pondok pesantren di suatu desa yang sangat jauh dari hiruk pikuk keramaian
kota, lahir seorang anak laki-laki dari pasangan Nyai Muannas dan Kyai Mudzakar.
Kyai Mudzakar adalah seorang kyai terpandang dan sangat disesepuhkan
didaerahnya oleh masyarakat setempat. Beliau adalah kyai dari pondok pesantren
“Pancasila Sakti”. Pada waktu yang dinanti akhirnya hari ini adalah hari
kelahiran putra pertama Kyai Mudzakar, dan beliau dikaruniai anak laki-laki
yang begitu tampan. Sewaktu anak laki-laki tersebut lahir sudah menggegerkan
banyak orang terutama wilayah pondok pesantren Pancasila Sakti yang dimana ia
dilahirkan. Sungguh menajubkan ketika anak laki-laki itu lahir wajahnya
memancarkan “Nur” yang sangat terang benderang. Ini membuat semua orang menjadi
ribut ingin melihatnya. Namun yang tak kalah
anehnya baru pertama kali banyak kyai-kyai dari seluruh pelosok
nusantara menengok kehadiran bayi tersebut lahir didunia ini. Ini hal yang
sangat jarang terjadi dan merupakan suatu kejadian yang langka.
Banyak para kyai
ingin menimang dan menggendong bayi tersebut, akhirnya satu persatu kyai-kyai
tersebut menggendong bayi tersebut. Dan pada giliran kyai terakhir yang
menggendong beliau mengatakan “Subhanallah,,,anak ini kelak akan menjadi orang
besar”. Begitulah kyai terakhir yang beliau ucapkan. Kyai yang terakhir
menggendongnya adalah Kyai Ahmad, salah satu santri dari Kyai Mudzakar yang
sekarang ini sudah menjadi kyai dan mengasuh pondok pesantren didaerahnya serta
mempunyai banyak santri. Setelah itu ayahnya menggendong putranya yang baru
lahir, dan beliau sudah mengetahui hal yang dikatakan oleh Kyai Ahmad
(muridnya). Kyai Mudzakar paham akan kelebihan dan keistimewaan puteranya
tersebut.
Dan akhirnya anak
laki-laki tersebut diberi nama oleh ayahnya dengan nama Muhammad Janur, dan
panggilannya “Janur”. Salah satu dari
filosofi danun janur adalah muda, langsat dan cerah. Janur sendiri bisa dibagi
menjadi dua kata yaitu “Ja” dan “Nur”. “Ja” sendiri artinya ajining dan “Nur”
artinya cahaya. Jika kita filosofikan janur adalah bagian dari pohon kelapa,
dimana dari akar sampai ujung daunnya ada manfaatnya semua dan itu sangat baik,
khususnya daun janur. Karena salah satu hal tersebut ayahnya memberi nama
“Janur”.
Janur besar
dilingkungan pondok pesanten pancasila sakti sampai usia 12 tahun. Pada usia
yang masih sangat belia janur sudah hafal Al-qur'an, namun belum belajar
kitab-kitab yang ada dipondok pesantren milik ayahnya. Janur merupakan sosok
anak yang sangat pintar dan cerdas, pendidikan formal ia tempuh dengan baik
begitu juga pendidikan di pesantrennya. Sifat dan perilakunya sangat sopan
santun, sehingga banyak orang yang mengormatinya. Beranjak usianya akhirnya
Kyai Mudzakar bilang kepada Kyai Ahmad bahwasanya anaknya mau dititipin
dipesantern milik Kyai Ahmad. Namun dengan syarat janur tak boleh pulang selama
10 tahun sampai ia berusia 23 tahun dan mengerti dan semua kitab serta isi kandungannya. Dan janur
harus benar-benar paham tentang ilmu yang dicari dan bagaimana cara
mengimplementasikan pada realita.
Dengan sarat
seperti itulah mula-mula ayahnya bicara pada anaknya “Janur kau kan kutitipkan
pada Kyai Ahmad”. Setelah itu Kyai Mudzakar bicara pada Kyai Ahmad, walau
begitu berat sarat yang diberikan kepada janur tapi Kyai Ahmad tetap
menyanggupinya. Karena beliau percaya bahwa janur bisa melakukan dan mengemban
sarat yang diberikan oleh ayahnya. Akhirnya janur tiba di pondok pesantren
milik Kyai Ahmad dan dia tidak diistimewakan, janur disamakan seperti
santri-santri lainnya karena ini juga pesan dari Kyai Mudzakar kepada Kyi Ahmad
agar tidak terlalu memanjakan si Janur. Hari ke hari, waktu ke waktu Janur pun
mengemban pendidikan di pondok pesantren milik Kyai Ahmad. Satu tahun pun telah
berlalu dan tak terasa, namun masih lama Janur harus pulang kerumahnya.
Akhirnya hari ini tiba Janur bicara secara empat mata kepada Kyai Ahmad.
“Kyai..saya mohon maaf sebelumnya, saya mau merantau sendirian dan berkelana
keliling nusantara, mohon Kyai ijinkan saya pergi dan saya mohon do'a restu
dari Kyai”. Kyai Ahmad pun bingung, mengapa anak yang baru usia 14 tahun sudah
berfikiran untuk berkelana. Disisi lain Kyai Ahmad sudah diberi amanah oleh
Kyai Mudzakar untuk mendidik dan menjaga Janur sampai ia berusia 23 tahun.
Namun karena kegigihan dan kesungguhan Janur untuk pergi ahirnya Janur
diperbolehkan pergi, namun dengan dengan sarat dia harus hafal satu kitab.
Begitu susah untuk
pergi dan meninggalkan pondok pesantren akhirnya Janur menyetujui sarat yang
diberikan oleh Kyai Ahmad untuk hafal satu kitab. Dan Janur pun langsung diberi
satu kitab yang belum pernah dilihatnya apalagi diajarkan. Namun tidak kurang
dari setengah jam Janur langsung hafal kitab tersebut sampai makna yang ada
dalam isi kitab tersebut. Kyai Ahmad pun takjub “Subhanalllah,,,Janur”
sampai-sampai Kyai Ahmad hanya terbeku kaku melihat keistimewaan dari Janur.
Janur pun diperbolehkan dan didizinkan meninggalkan pondok pesantren. Kyai
Ahmad pun sampai lupa menyakan kapan Janur akan kembali, Janur pun tak bilang
dia pergi berkelana mau seberapa lama dan kemana saja.
Bulan demi bulan,
tahun demi tahun berlalu tak ada seorang pun yang tahu kemana Janur pergi
berkelana. Tahun ini adalah tahun terahir Janur selesai menmpuh sarat dari
ayahnya, namun Janur pun belum kelihatan batang hidungnya di pondok pesantren
milik Kyai Ahmad. Tiga bulan sebelum hari yang telah ditentukan, Kyai Ahmad
berkunjung ke pondok pesantren pancaila sakti dan bertemu dengan Kyai Mudzakar.
Kyai Mudzakar pun bertanya bagaimana keadaan putranya, bagaimana pendidikan
yang ditempuhnya. Namun Kyai Ahmad hanya tertunduk dan canggung mau menjawab
pertanyaan yang dilontarkan oleh Kyai Mudzakar. Akan tetapi, Kyai Ahmad
menjawab dengan sejujur-jujurnya dan menceritakan realita yang terjadi. Dimulai
dari awal Janur berangkat dari pondok pesantren pancasila sakti sampai Janur
pergi berkelana. Dan cerita itu sangat panjang lebar sampai-sampai waktu dua
jam berlalu. Kyai Mudzakar pun tercengang dan kaget, namun setelah dipahami
secara baik dan tidak diten mentah-mentah Kyai Mudzakar pun percaya bahwa Janur
setelah tiga bulan ini akan kembali sesuai dengan hari yang telah ditetpkan.
Disisi lain setelah
Janur berkelana kesna-kesini dan tidak seorang pun yang yang tahu kemana Janur
pergi akhirnya Janur samapi tempat singgah terakhir dimana ada tempat yang
harus dikunjungi. Tempat itu adalah didaerah Jawa barat tepatnya diderah
Banten.janur tiba di banten tiga hari sebelum hari dimana dia harus pulang.
Janur sedang memancing dipinggir sungai yang airnya sangat jernih dan melihat
banyak santri yang sedang canda tawa mandi di sungai “ceburan”. Janur tidak
mengetahui bahwa di belakangnya sudah ada seseorang yang telah berdiri dari tadi.
Janur pun kaget sampai-sampai ikan yang didapatnya jatuh kembali kesungai.
Janur pun berkenalan, ternyata orang yang dari tadi dibelakangnya adalah Kyai
Busro, pemilik pondok pesantren yang letaknya di pinggir sungai tersebut. Kyai
Busro juga guru dari ayahnya sendiri yaitu Kyai Mudzakar.
Setelah berjumpa
dan mengobrol panjang lebar dengan Kyai Busro, siapa Janur, dari mana Janur
berasal, kemana Janur berkelana, semua diceritakan oleh Janur. Dan sebelum
Janur bercerita Kyai Busro sudah mengetahuinya. Janur pun diajak ke atas,
tempat dimana banyak makam, lalu Kyai Busro menunjuk tanah kosong dan berkata
“Janur...ini adalah tempat saya, semoga kamu sering datang kesini”. Janur pun
juga mengajukan pertanyaan yang sangat sulit dijawab namun akhirnya dijawab.
“Kyai,,,sebenarnya manusia didunia ini diciptakan saling berpasang-pasangan,
maaf Kyai saya lancang tapi saya harus menyakan ini, karena ini yang membuat
hati saya selalu bertanya, Siapakah sosok yang akan menjadi pendamping saya
kelak?”. Kyai Busro pun kaget dengan apa yang ditanyakan oleh Janur, tapi Kyai
tetap menjawabnya, “dia Anissa anak dari pasangan Hasyim dan Hindun, kuliah di
perguruan tinggi negeri”. Bukan maksud meramal atau bagaimana, namun tingkat
keilmuan Kyai Busro lebih dari pada manusia biasa dan pikiran kita belum bias
sampai kesitu.
Kyai Busro pun
menyuruh Janur untuk menemuinya segera dan berucap “ Janur,,,kamu sudah cukup
nyantri disini walaupun hanya satu hari, sekarang kamu temui sesorang yang kamu
tanyakan tadi,,,,”. Janur segera pergi dan menemuinya sosok yang menjadi
hatinya selalu bertanya-tanya. Janur sadar apa yang akan terjadi pada Kyai
Busro, Janur pun menangis ketika di berada dikerata perjalanan menemui
seseorang yang telah dinantinya. Dengan idikator-indikator yang sudah
diperlihatkan oleh Kyai Busro, Janur sudah sadar bahwa Kyai Busro meninggal
saat Janur pergi. Air mata pun jatuh bergelimpahan tak tahan Janur menahannya,
hari ini hanya do'a yang bisa Janur lakukan untuk sang guru.
Dengan perasaan
duka akhirnya Janur sampai ditempat yang ia tuju, dan Janur mencari sosok
seorang perempuan yang dicarinya sedang duduk di depan pintu sambil membaca
buku. Janur langsung menayakankan nama, ayahnya dan ibunya, ternyata benar
semua yang ditanyakan dan itu atas petunjuk yang diberikan oleh Kyai Busro.
Tidak lama Janur mengobrol dengaan sosok perempuan yang kelak akan menjadi
pendampingnya hanya beberapa menit saja. Dan janur hanya mengucapakan
terimaksih kepada perempuan tersebut telah meluangkan waktu untuk
berbincang-bincang dengannya. Hari yang ditentukan tinggal satu hari lagi, dan
Janur pun bergegas pulang menuju kampung halamannya dan lansung ke pondok
pesantren pancasila sakti.
Ayah dan ibunya
serta keluarganya sudah menunggu, dengan rasa kangen dn rindu kepada buah
hatinya yang selama sepuluh tahun tidak bertemu. Disitu pula sudah ada Kyai
Ahamad yang juga menunggu kepulangan Janur. Kyai Ahmad tak mampu harus bicara
apa kalau Janur pulang, dan bagaimana kesehatan serta pendidikan yang Janur
tempuh, semua itu tak terbayang oleh Kyai Ahmad dan keluarga Janur. Tak berapa
lama ada suara “Assalamulaikum......” ternyata itu suara Janur, Janur telah
tiba dengan gagah, tanpa cacat sedikit pun. Semua orang dan keluarganya pun
kaget dengan wajah Janur yang begitu rupawan, ganteng dan gagah. Air mata pun
bercurahan sambil memeluk Janur. Ibunya langsung memeluk putranya tersebut.
Setelah saling
bertemu kedua orang tua dan anakanya serta orang-orang, Janur beristirahat di
padepokan didalam pondok pesantren. Dan disitu hanya ada ayah ibunya dan Kyai
Ahmad. Janur menceritakan semuanya selama ia berkelana dan bertemu dengan Kyai
Busro. Janur tiba-tiba bertanya dan meminta sesuatu dari ayahnya, bahwasanya
Janur minta dilamarkan dengan seorang yang telah ditemuinya kemarin. Ayahnya
pun menyetujuinya dan mau melamrkan untuk putranya tersebut, tapi sebelum itu
Kyai Mudzakar ingin mengetes hasil pendidikannya selama ini yang ia tempuh,
dari Al-qur'an, Hadits sampai kitab-kitab, untuk dikaji ulang didepan Kyai
Mudzakar. Akhirnya Janur pun menyuruh untuk semua ditumpuk meninggi keatas
dengan Al-qur'an diposisi paling atas. Janur pun mengitarinya sebanyak tiga
kali, dan langsung mengutarakan setiap isi yang ada didalamnya.
Subhanallah....semua terkejut ternyata janur bias semuanya, Kyai Ahmad pun tercengang.
Akhirnya Kyai
Mudzakar melamarkan untuk putranya, dan keluarga dari pihak perempuan tersebut
menerimanya dengan baik. Pernikahanpun diadakan dan semuanya berbahagia.
Sehabis itu Janur dan Anissa menjadi pasangan yang sangat harmonis sampai ahir
hayat. Janur pun menjadi seorang Kyai sebagai pengganti ayahnya dan menjadi
pengasuh pondok pesantren pancasila sakti. Semua terasa indah baik masyarakat
dalam pondok pesantren maupun sekutarnya. Kehidupan jaur semakin sempurna
setelah pasangan Janur dan Anissa diberkati seorang putra dan seorang putri,
Banyu dan Ayu.
Sekian
terimaksih.................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar