Selasa, 27 Mei 2014



Oleh               : Mukhamad Latif
Waktu            : Sabtu, 12 April 2014
Judul              : JANUR

            Cerita ini hanyalah cerita fiksi yang sebenarnya tidak pernah terjadi, apabila ada beberapa kesamaan baik itu nama, tempat atau pun kejadian saya sebagai penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karya ini hanyalah sebagian dari beberapa ide yang muncul didalam pikiran saya, maka apabila ada kekurangan dan kesalahan saya minta maaf. Kritik dan saran sangat saya harapkan dari para pembaca untuk mengetahui tata letak kesalahan dan untuk memperbaiki agar lebih baik lagi, serta memotivasi saya untuk menghasilkan karya-karya yang lebih baik lagi.
            Berawal dari sebuah pondok pesantren di suatu desa yang sangat jauh dari hiruk pikuk keramaian kota, lahir seorang anak laki-laki dari pasangan Nyai Muannas dan Kyai Mudzakar.  Kyai Mudzakar adalah seorang kyai terpandang dan sangat disesepuhkan didaerahnya oleh masyarakat setempat. Beliau adalah kyai dari pondok pesantren “Pancasila Sakti”. Pada waktu yang dinanti akhirnya hari ini adalah hari kelahiran putra pertama Kyai Mudzakar, dan beliau dikaruniai anak laki-laki yang begitu tampan. Sewaktu anak laki-laki tersebut lahir sudah menggegerkan banyak orang terutama wilayah pondok pesantren Pancasila Sakti yang dimana ia dilahirkan. Sungguh menajubkan ketika anak laki-laki itu lahir wajahnya memancarkan “Nur” yang sangat terang benderang. Ini membuat semua orang menjadi ribut ingin melihatnya. Namun yang tak kalah  anehnya baru pertama kali banyak kyai-kyai dari seluruh pelosok nusantara menengok kehadiran bayi tersebut lahir didunia ini. Ini hal yang sangat jarang terjadi dan merupakan suatu kejadian yang langka.
            Banyak para kyai ingin menimang dan menggendong bayi tersebut, akhirnya satu persatu kyai-kyai tersebut menggendong bayi tersebut. Dan pada giliran kyai terakhir yang menggendong beliau mengatakan “Subhanallah,,,anak ini kelak akan menjadi orang besar”. Begitulah kyai terakhir yang beliau ucapkan. Kyai yang terakhir menggendongnya adalah Kyai Ahmad, salah satu santri dari Kyai Mudzakar yang sekarang ini sudah menjadi kyai dan mengasuh pondok pesantren didaerahnya serta mempunyai banyak santri. Setelah itu ayahnya menggendong putranya yang baru lahir, dan beliau sudah mengetahui hal yang dikatakan oleh Kyai Ahmad (muridnya). Kyai Mudzakar paham akan kelebihan dan keistimewaan puteranya tersebut.
            Dan akhirnya anak laki-laki tersebut diberi nama oleh ayahnya dengan nama Muhammad Janur, dan panggilannya  “Janur”. Salah satu dari filosofi danun janur adalah muda, langsat dan cerah. Janur sendiri bisa dibagi menjadi dua kata yaitu “Ja” dan “Nur”. “Ja” sendiri artinya ajining dan “Nur” artinya cahaya. Jika kita filosofikan janur adalah bagian dari pohon kelapa, dimana dari akar sampai ujung daunnya ada manfaatnya semua dan itu sangat baik, khususnya daun janur. Karena salah satu hal tersebut ayahnya memberi nama “Janur”.
            Janur besar dilingkungan pondok pesanten pancasila sakti sampai usia 12 tahun. Pada usia yang masih sangat belia janur sudah hafal Al-qur'an, namun belum belajar kitab-kitab yang ada dipondok pesantren milik ayahnya. Janur merupakan sosok anak yang sangat pintar dan cerdas, pendidikan formal ia tempuh dengan baik begitu juga pendidikan di pesantrennya. Sifat dan perilakunya sangat sopan santun, sehingga banyak orang yang mengormatinya. Beranjak usianya akhirnya Kyai Mudzakar bilang kepada Kyai Ahmad bahwasanya anaknya mau dititipin dipesantern milik Kyai Ahmad. Namun dengan syarat janur tak boleh pulang selama 10 tahun sampai ia berusia 23 tahun dan mengerti dan  semua kitab serta isi kandungannya. Dan janur harus benar-benar paham tentang ilmu yang dicari dan bagaimana cara mengimplementasikan pada realita.
            Dengan sarat seperti itulah mula-mula ayahnya bicara pada anaknya “Janur kau kan kutitipkan pada Kyai Ahmad”. Setelah itu Kyai Mudzakar bicara pada Kyai Ahmad, walau begitu berat sarat yang diberikan kepada janur tapi Kyai Ahmad tetap menyanggupinya. Karena beliau percaya bahwa janur bisa melakukan dan mengemban sarat yang diberikan oleh ayahnya. Akhirnya janur tiba di pondok pesantren milik Kyai Ahmad dan dia tidak diistimewakan, janur disamakan seperti santri-santri lainnya karena ini juga pesan dari Kyai Mudzakar kepada Kyi Ahmad agar tidak terlalu memanjakan si Janur. Hari ke hari, waktu ke waktu Janur pun mengemban pendidikan di pondok pesantren milik Kyai Ahmad. Satu tahun pun telah berlalu dan tak terasa, namun masih lama Janur harus pulang kerumahnya. Akhirnya hari ini tiba Janur bicara secara empat mata kepada Kyai Ahmad. “Kyai..saya mohon maaf sebelumnya, saya mau merantau sendirian dan berkelana keliling nusantara, mohon Kyai ijinkan saya pergi dan saya mohon do'a restu dari Kyai”. Kyai Ahmad pun bingung, mengapa anak yang baru usia 14 tahun sudah berfikiran untuk berkelana. Disisi lain Kyai Ahmad sudah diberi amanah oleh Kyai Mudzakar untuk mendidik dan menjaga Janur sampai ia berusia 23 tahun. Namun karena kegigihan dan kesungguhan Janur untuk pergi ahirnya Janur diperbolehkan pergi, namun dengan dengan sarat dia harus hafal satu kitab.
            Begitu susah untuk pergi dan meninggalkan pondok pesantren akhirnya Janur menyetujui sarat yang diberikan oleh Kyai Ahmad untuk hafal satu kitab. Dan Janur pun langsung diberi satu kitab yang belum pernah dilihatnya apalagi diajarkan. Namun tidak kurang dari setengah jam Janur langsung hafal kitab tersebut sampai makna yang ada dalam isi kitab tersebut. Kyai Ahmad pun takjub “Subhanalllah,,,Janur” sampai-sampai Kyai Ahmad hanya terbeku kaku melihat keistimewaan dari Janur. Janur pun diperbolehkan dan didizinkan meninggalkan pondok pesantren. Kyai Ahmad pun sampai lupa menyakan kapan Janur akan kembali, Janur pun tak bilang dia pergi berkelana mau seberapa lama dan kemana saja.
            Bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu tak ada seorang pun yang tahu kemana Janur pergi berkelana. Tahun ini adalah tahun terahir Janur selesai menmpuh sarat dari ayahnya, namun Janur pun belum kelihatan batang hidungnya di pondok pesantren milik Kyai Ahmad. Tiga bulan sebelum hari yang telah ditentukan, Kyai Ahmad berkunjung ke pondok pesantren pancaila sakti dan bertemu dengan Kyai Mudzakar. Kyai Mudzakar pun bertanya bagaimana keadaan putranya, bagaimana pendidikan yang ditempuhnya. Namun Kyai Ahmad hanya tertunduk dan canggung mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Kyai Mudzakar. Akan tetapi, Kyai Ahmad menjawab dengan sejujur-jujurnya dan menceritakan realita yang terjadi. Dimulai dari awal Janur berangkat dari pondok pesantren pancasila sakti sampai Janur pergi berkelana. Dan cerita itu sangat panjang lebar sampai-sampai waktu dua jam berlalu. Kyai Mudzakar pun tercengang dan kaget, namun setelah dipahami secara baik dan tidak diten mentah-mentah Kyai Mudzakar pun percaya bahwa Janur setelah tiga bulan ini akan kembali sesuai dengan hari yang telah ditetpkan.
            Disisi lain setelah Janur berkelana kesna-kesini dan tidak seorang pun yang yang tahu kemana Janur pergi akhirnya Janur samapi tempat singgah terakhir dimana ada tempat yang harus dikunjungi. Tempat itu adalah didaerah Jawa barat tepatnya diderah Banten.janur tiba di banten tiga hari sebelum hari dimana dia harus pulang. Janur sedang memancing dipinggir sungai yang airnya sangat jernih dan melihat banyak santri yang sedang canda tawa mandi di sungai “ceburan”. Janur tidak mengetahui bahwa di belakangnya sudah ada seseorang yang telah berdiri dari tadi. Janur pun kaget sampai-sampai ikan yang didapatnya jatuh kembali kesungai. Janur pun berkenalan, ternyata orang yang dari tadi dibelakangnya adalah Kyai Busro, pemilik pondok pesantren yang letaknya di pinggir sungai tersebut. Kyai Busro juga guru dari ayahnya sendiri yaitu Kyai Mudzakar.
            Setelah berjumpa dan mengobrol panjang lebar dengan Kyai Busro, siapa Janur, dari mana Janur berasal, kemana Janur berkelana, semua diceritakan oleh Janur. Dan sebelum Janur bercerita Kyai Busro sudah mengetahuinya. Janur pun diajak ke atas, tempat dimana banyak makam, lalu Kyai Busro menunjuk tanah kosong dan berkata “Janur...ini adalah tempat saya, semoga kamu sering datang kesini”. Janur pun juga mengajukan pertanyaan yang sangat sulit dijawab namun akhirnya dijawab. “Kyai,,,sebenarnya manusia didunia ini diciptakan saling berpasang-pasangan, maaf Kyai saya lancang tapi saya harus menyakan ini, karena ini yang membuat hati saya selalu bertanya, Siapakah sosok yang akan menjadi pendamping saya kelak?”. Kyai Busro pun kaget dengan apa yang ditanyakan oleh Janur, tapi Kyai tetap menjawabnya, “dia Anissa anak dari pasangan Hasyim dan Hindun, kuliah di perguruan tinggi negeri”. Bukan maksud meramal atau bagaimana, namun tingkat keilmuan Kyai Busro lebih dari pada manusia biasa dan pikiran kita belum bias sampai kesitu.
            Kyai Busro pun menyuruh Janur untuk menemuinya segera dan berucap “ Janur,,,kamu sudah cukup nyantri disini walaupun hanya satu hari, sekarang kamu temui sesorang yang kamu tanyakan tadi,,,,”. Janur segera pergi dan menemuinya sosok yang menjadi hatinya selalu bertanya-tanya. Janur sadar apa yang akan terjadi pada Kyai Busro, Janur pun menangis ketika di berada dikerata perjalanan menemui seseorang yang telah dinantinya. Dengan idikator-indikator yang sudah diperlihatkan oleh Kyai Busro, Janur sudah sadar bahwa Kyai Busro meninggal saat Janur pergi. Air mata pun jatuh bergelimpahan tak tahan Janur menahannya, hari ini hanya do'a yang bisa Janur lakukan untuk sang guru.
            Dengan perasaan duka akhirnya Janur sampai ditempat yang ia tuju, dan Janur mencari sosok seorang perempuan yang dicarinya sedang duduk di depan pintu sambil membaca buku. Janur langsung menayakankan nama, ayahnya dan ibunya, ternyata benar semua yang ditanyakan dan itu atas petunjuk yang diberikan oleh Kyai Busro. Tidak lama Janur mengobrol dengaan sosok perempuan yang kelak akan menjadi pendampingnya hanya beberapa menit saja. Dan janur hanya mengucapakan terimaksih kepada perempuan tersebut telah meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengannya. Hari yang ditentukan tinggal satu hari lagi, dan Janur pun bergegas pulang menuju kampung halamannya dan lansung ke pondok pesantren pancasila sakti.
            Ayah dan ibunya serta keluarganya sudah menunggu, dengan rasa kangen dn rindu kepada buah hatinya yang selama sepuluh tahun tidak bertemu. Disitu pula sudah ada Kyai Ahamad yang juga menunggu kepulangan Janur. Kyai Ahmad tak mampu harus bicara apa kalau Janur pulang, dan bagaimana kesehatan serta pendidikan yang Janur tempuh, semua itu tak terbayang oleh Kyai Ahmad dan keluarga Janur. Tak berapa lama ada suara “Assalamulaikum......” ternyata itu suara Janur, Janur telah tiba dengan gagah, tanpa cacat sedikit pun. Semua orang dan keluarganya pun kaget dengan wajah Janur yang begitu rupawan, ganteng dan gagah. Air mata pun bercurahan sambil memeluk Janur. Ibunya langsung memeluk putranya tersebut.
            Setelah saling bertemu kedua orang tua dan anakanya serta orang-orang, Janur beristirahat di padepokan didalam pondok pesantren. Dan disitu hanya ada ayah ibunya dan Kyai Ahmad. Janur menceritakan semuanya selama ia berkelana dan bertemu dengan Kyai Busro. Janur tiba-tiba bertanya dan meminta sesuatu dari ayahnya, bahwasanya Janur minta dilamarkan dengan seorang yang telah ditemuinya kemarin. Ayahnya pun menyetujuinya dan mau melamrkan untuk putranya tersebut, tapi sebelum itu Kyai Mudzakar ingin mengetes hasil pendidikannya selama ini yang ia tempuh, dari Al-qur'an, Hadits sampai kitab-kitab, untuk dikaji ulang didepan Kyai Mudzakar. Akhirnya Janur pun menyuruh untuk semua ditumpuk meninggi keatas dengan Al-qur'an diposisi paling atas. Janur pun mengitarinya sebanyak tiga kali, dan langsung mengutarakan setiap isi yang ada didalamnya. Subhanallah....semua terkejut ternyata janur bias semuanya, Kyai Ahmad pun tercengang.
            Akhirnya Kyai Mudzakar melamarkan untuk putranya, dan keluarga dari pihak perempuan tersebut menerimanya dengan baik. Pernikahanpun diadakan dan semuanya berbahagia. Sehabis itu Janur dan Anissa menjadi pasangan yang sangat harmonis sampai ahir hayat. Janur pun menjadi seorang Kyai sebagai pengganti ayahnya dan menjadi pengasuh pondok pesantren pancasila sakti. Semua terasa indah baik masyarakat dalam pondok pesantren maupun sekutarnya. Kehidupan jaur semakin sempurna setelah pasangan Janur dan Anissa diberkati seorang putra dan seorang putri, Banyu dan Ayu.


            Sekian terimaksih.................